Kisah Pacat – 4/1/2018
Sampah Masyarakat.
Kisah Pacat – 4/1/2018
Hidup di dalam hutan memang penuh dengan cabaran—serangga, semut, nyamuk… dan ‘kegemaran’ peribadi saya, pacat.
Pacat ini makhluk yang benar-benar menjengkelkan. Tujuannya cuma satu—darah kita. Dan ia datang dengan begitu senyap, licik, sampai kita tak sedar pun yang ia dah melekap pada kulit kita. Bila rasa gatal dan kita garu, baru perasan darah sudah meleleh. Di kaki pula, terdampar si pesalah—menggulung kecil seperti manik hitam. Kalau belum biasa, naluri pertama kita pasti nak pijak sampai hancur—geram, jijik, marah kerana makhluk kecil ini berani menyedut darah kita hanya untuk terus hidup.
Tapi ada orang yang lebih tahu tentang hutan pernah kata,
"Kesianlah sikit. Kita yang masuk ke dunia mereka. Tak suka pacat? Duduk sajalah di bandar."
Ambil masa untuk terbiasa. Makhluk licin, lembik, meluncur ini kalau dah lekat, bukan senang nak tanggal. Tapi seorang sahabat pernah pesan,
"Biar je dia hisap sikit. Kenyang nanti dia jatuh sendiri, dan kalau sabar, tak gatal pun."
Pengorbanan kecil, tak perlu bising. Hanya penerimaan.
Kenapa saya cerita pasal pacat? Sebab saya jumpa ‘pacat jenis lain’ baru-baru ini, masa lepak di jeti nelayan dengan seorang kawan. Kami bertiga—seorang lagi, saya tak pernah kenal sebelum itu. Tapi dia yang datang dan terus melekat. Sejenis manusia kuat bising, kasar, suka dominasi perbualan. Saya nampak dia pun beban kepada kawan saya sendiri yang kemudiannya mengaku mereka kawan lama semasa sekolah.
Saya hanya duduk diam, mendengar. Kawan saya asyik minta maaf dengan pandangan matanya. Sampai satu tahap, saya minta mereka diam sekejap. Saya datang nak tenang. Saya kata pada mereka, umur 51 tahun ni, orang jarang berubah. Tapi kita masih boleh ubah tabiat buruk kita sendiri—terutama yang kita tak suka tengok pada orang lain. Biarlah dia melalut, cakap besar. Nanti bila letih, dia akan diam sendiri. Tak perlu berlawan. Lagi cepat reda kalau tak dilawan. Mungkin kita pun belajar sesuatu tentang diri sendiri dalam proses itu.
Saya kata saya bukan nak menghakimi. Saya cuma tetamu. Tapi sebagai yang lebih tua, saya rasa patut beri sedikit pandangan. Bila ada dalam kalangan orang asing—terutama yang lebih tua—kenalah jaga adab, matang sikit.
Dan bila saya berjalan pulang, satu kesedaran datang: sesetengah orang sama macam pacat hutan. Kalau kita cuba sangat nak halau, kita yang lebih menderita—lebih gatal, lebih marah, lebih luka. Kadang-kadang lebih baik biarkan saja. Bila dia kenyang, dia akan pergi sendiri.
Dan ketika itu saya teringat—ini bukan kali pertama.
Beberapa waktu dulu, saya pernah menumpang tinggal di rumah saudara kembar saya selama dua minggu. Individu yang sama muncul juga—pacat manusia ini datang dan tinggal di rumah kembar saya pula. Akibat pengaruh toksiknya yang licik dan menyedut tenaga, saya hampir-hampir ‘diusir halus’ dari rumah itu sendiri. Sampai sekarang, saya masih rasa pedihnya.
Saya jarang benar membenci orang. Tapi yang sedikit itu… saya pun tak kisah ingat nama mereka.
Penerimaan dalam tindakan.
Atau dalam kes ini… mengenali, menjauh, dan berdamai.
Pelajaran pertama saya untuk tahun 2018.
#KisahPacat #Pelajaran2018 #PenerimaanDiri #PacatBandar #KesedaranDiri #ManusiaToksik #UripIkhlas #RedhaTanpaBising #BijakBerundur #PacatHutanPacatKota #ZiarahYangMeninggalkanLuka #JetiRefleksi #BerjiwaMatang #BelajarMelaluiManusia #TenangItuIndah